Preventasi Hukum Adat Terhadap Tindak Peselingkuhan dalam Masyarakat Adat Dayak Siang Murung di Kabupaten Murung Raya
Abstract
Diantara sebab runtuhnya rumah tangga adalah karena adanya tindakan perselingkuhan yang dilakukan oleh salah satu dari pasangan suami isteri yang di dalam hukum adat Dayak Siang Murung disebut dengan tungkun/ hatungkun. Sebagai akibat dari perbuatan tersebut adalah munculnya penyakit psikologis pada pasangan sah atau pada selingkuhan, maraknya tindak aborsi, luluh lantaknya hubungan kekeluargaan, lunturnya rasa saling percaya, penelantaran hak dan kewajiban hingga tindak kriminal penganiayaan hingga pembunuhan terhadap pasangan sah atau selingkuhan. Melalui hukum adat yang dimiliki, masyarakat adat Dayak Siang Murung telah berusaha menghindari tindakan tersebut hingga tujuan dalam membentuk keluarga dapat dicapai sebagaimana mestinya. Metode dan jenis penelitian adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan metode yuridisi sosiologis untuk memahami cara orang-orang dalam satu komunitas berinteraksi dan yang teramati dalam kehidupan sehari-hari. Dari hasil penelitian, diketahui bahwa di dalam Hukum Adat Dayak Siang Murung terdapat aturan tentang adanya larangan terhadap tindak perselingkuhan yang diberlakukan pada masyarakat adatnya sebagaimana tertuang dalam pasal 69 tentang Kouh Dusa Nungkun atau Namput Oruh Dulun, yaitu suatu perbuatan merampas atau mengambil pasangan orang lain dengan cara apapun dan dapat diancam dengan sanksi adat sebagaimana tertuang dalam pada pasal 58 tentang Dusa Penyohompak Tungkun bagi laki-laki yang merampas isteri orang, pasal 59 tentang Dusa Howomalang Saki/ Uceh Dolou bagi seorang perempuan yang merampas suami orang. Selain itu juga dapat diancam dengan sanksi adat sebagaimana tertuang dalam pasal 113 tentang Kouh Dusa Sala, yaitu ancaman sanksi adat atas perbuatan mengganggu isteri atau suami orang lain yang masih terikat dalam perkawinan yang sah menurut hukum adat. Selain ancamanĀ sanksi adat tersebut, juga dikenakan cipon (denda), yaitu berupa uang dan barang yang besarannya telah ditentukan dengan melihat besaran pelanggaran hukum adat yang dilakukan. Tujuan pemberian sanksi adat tersebut pada prinsipnya adalah bukan untuk menghukum tetapi menyelesaikan masalah, tidak untuk menyakiti atau merugikan pihak yang bersengketa, tetapi mencari solusi terbaik untuk memperbaiki kerusakan di antara sesama, mengembalikan keseimbangan alam serta memberikan pendidikan hukum kepada seluruh anggota masyarakat hukum adat dan masyarakat yang berasal dari luar (pendatang).