POLITIK HUKUM PERUBAHAN MATERI MUATAN UNDANG-UNDANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK (ITE)
Abstract
Politik hukum perubahan materi muatan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) merupakan refleksi dari dinamika sosial, politik, dan teknologi yang berkembang di Indonesia. Sejak disahkan pertama kali pada tahun 2008, UU ITE telah mengalami beberapa revisi, yang terutama bertujuan untuk menyesuaikan dengan perkembangan teknologi informasi, serta merespons kritik dan kontroversi terkait penerapannya. Selanjutnya khusus untuk mengeluarkan pendapat, berkomunikasi dapat dilakukan menggunakan berbagai sarana, ternasuk dalam hal ini media informasi yang diatur dalam Pasal 14 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yaitu: 1. Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi yang diperlukan untuk mengembangkan pribadinya dan lingkungan sosialnya. 2. Setiap orang berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis sarana yang tersedia. Melalui penjelasan tersebut tentang hak berpendapat, pemerintah telah menjamin dengan UUD NRI Tahun 1945 dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Namun yang menjadi polemik terhadap kebebasan berpendapat adalah hadirnya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut UU ITE) yang dianggap dapat mengancam hak kebebasan berpendapat. Metode yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Politik hukum perubahan materi muatan UU ITE mencerminkan upaya pemerintah untuk menyesuaikan regulasi dengan dinamika teknologi dan sosial yang terus berkembang. Meskipun perubahan-perubahan tersebut bertujuan untuk menyeimbangkan antara kebebasan berekspresi dan tanggung jawab hukum, serta memperjelas ketentuan yang dianggap multitafsir, tantangan dalam implementasi dan potensi penyalahgunaan masih menjadi isu yang perlu terus diwaspadai dan diperbaiki. Perubahan UU ITE harus terus diarahkan untuk menciptakan regulasi yang adil, transparan, dan melindungi hak-hak asasi manusia di era digital. Dalam hal ini bagi pengguna internet yang tidak memahami betul peraturan mengenai informasi dan transaksi elektronik akan dengan mudahnya terjerat Pasal UU ITE jika menggunakan media sosial tanpa mengerti batasan yang dilarang, dalam hal ini UU ITE bisa digunakan menjadi “senjata” penguasa untuk menjatuhkan lawan politik yang dianggap mengganggu elektabilitas ataupun kepentingan penguasa, sikologi : dalam hal ini beberapa Pasal “multitafsir” dalam UU ITE bisa menjerat korban yang berakibat pada kondisi psikis korban maupun keluarga korban.