MANAJEMEN TEACHING FACTORY DALAM UPAYA PENCAPAIAN KOMPETENSI LULUSAN DI SMKN 1 CIKARANG BARAT BEKASI
Abstract
Penelitian ini adalah sebuah penelitian kualitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan manajemen teaching factory di SMK Negeri 1 Cikarang Barat Bekasi berdasarkan fungsi-fungsi manajemen Perencanaan (Planning), Pengorganisasian (Organizing), Pelaksanaan (Actuating) dan Pengawasan (Controlling) dan kompetensi lulusan (Outcome). Adapun subyek penelitian terdiri atas kepala sekolah, wakil kepala sekolah, kepala kompetensi keahlian, guru serta siswa. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara, observasi, dan studi dokumentasi. Keabsahan data menggunakan metode triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Konsep Teaching Factory yaitu sebuah konsep pembelajaran yang berdasarkan kerjasama dengan Industri berdasarkan hubungan mutualisme saling menguntungkan. (2) Pola yang digunakan dalam manajemen Teaching Factory di sekolah menggunakan empat fungsi manajemen yaitu (a) perencanaan, dalam perencanaan sekolah melakukan pengkondisian ditinjau dari sumberdaya manusia (guru) , fasilitas (workshop), kurikulum serta dukungan dari industri (Kerjasama Industri), (b) pengorganisasian dilakukan dengan cara pembentukan team kerja organisasi (Kepala Sekolah, Koordinator TU, WKS dan Kepala Tefa) dan komitmen Top Manajemen, (c) pelaksanaan manajemen Teaching Factory sudah sesuai dengan standar yang telah ditentukan dengan dukungan SOP, jobsheet dan jadwal blok, serta bahan ajar yang digunakan berbasis kurikulum industri, (d) pengawasan manajemen teaching factory dilakukan dengan observasi/pemantauan dan evaluasi untuk memastikan program yang dijalankan oleh sekolah sudah berjalan sesuai rencana dan memastikan perbaikan berkelanjutan. (3) Outcome (Kompetensi Lulusan) meliputi kompetensi lulusan sesuai standar SKKNI dan kesesuaian dengan kebutuhan industri. Faktor pendukung: SDM (guru) yang kompeten dan profesional, ketersediaan sarana prasarana, partisipasi peserta didik serta dukungan dari pemerintah dan DuDi. Sedangkan faktor penghambat: budaya K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja.