TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP PERNIKAHAN MUBARAKAH DI PONDOK PESANTREN HIDAYATULLAH BALIKPAPAN

  • Abdurrahman Abdurrahman UINSI Samarinda
  • Lilik Andaryuni UINSI Samarinda
  • Noorthibah Noorthibah UINSI Samarinda
  • Ashar Ashar UINSI Samarinda

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengetahui proses, akad, dan walimah dalam pernikahan mubarakah di Pondok Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak Balikpapan; 2) Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pernikahan mubarakah tersebut; dan 3) Mengetahui perspektif teori hukum tentang pernikahan mubarakah tersebut. Dalam penelitian ini, penulismenggunakan jenis penelitian sosiologi hukum yang bersifat empiris (realita). Metode pengumpulan datanya menggunakan dokumentasi, wawancara, dan observasi. Sifat penelitiannya adalah empirical research, dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sosiologi hukum. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan mencakup reduksi data (data reduction), sajian data (data display), dan pengambilan kesimpulan (conclusing drawing). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: Pertama, proses pernikahan mubarakah di Pondok Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak Balikpapan dilakukan dengan beberapa tahapan, yaitu pendataan, wawancara, penjodohan, proses ta’aruf, pelamaran, pembekalan, dan penandatanganan. Adapun rukun dan syarat pernikahan mubarakah, adalah: wali nikah; saksi yang meliputi wali mempelai wanita, warga Hidayatullah, santri Hidayatullah, dan tamu undangan; shigat akad nikah; dan mahar. Walimahtul ursy dalam pernikahan mubarakah diselenggarakan dengan sangat sederhana tanpa ada hiburan musik, apa lagi pesta yang berlebihan. Akan tetapi, suasana walimahtul ursy sangat berkesan baik,sakral serta tidak meninggalkan nilai-nilai Islam. Kedua, faktor-faktor yang mendorong munculnya pernikahan mubarakah di Pondok Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak Balikpapan, adalah: a) keyakinan masyarakat tertentu berupa takhayul, bid’ah khurafat disekitar acara pernikahan; b) budaya menjalin hubungan antara laki-laki dengan wanita yang biasa dikenal dengan istilah pacaran yang tidak sesuai dengan budaya Islam; c) budaya penyerahan uang dalam jumlah besar yang dilakukan oleh pihak laki-laki kepada pihak keluarga wanita; dan d) pesta pernikahan yang menghabiskan dana puluhan juta rupiah bahkan ada yang sampai ratusan juta rupiah. Ketiga, berdasarkan perspektif teori living law, pernikahan mubarakahlahir karena adanya fenomena dalam kehidupan masyarakat Indonesia yang sampai saat ini masih dipertahankan, baik budaya adat di masyarakat pedesaan maupun budaya modern yang mengurangi kesucian dari pernikahan. Berdasarkan teori semi-autonomus social field, Pondok Pesantren Hidayatullah Gunung Tembak Balikpapan sebagai penyelenggara pernikahan mubarakah berhak membuat sebuah norma yang dilandasi dengan keadaan santrinya serta adat kebiasaannya, akan tetapi norma-norma yang dimiliki harus sesuai Undang- undang Perkawinan yang ada di Indonesia. Selanjutnya, perspektif hukum sebagai law as a tool of social engineering dalam pernikahan mubarakah digunakan untuk merubah budaya masyarakat, dan merumuskan usia pernikahan yang bersifat ideal. Budaya yang sampai saat ini dipertahankan baik budaya adat di masyarakat pedesaan maupun budaya modern (seperti: hitungan weton, pacaran, uang jujuran, dan pesta pernikahan mewah) dapat mengurangi kesucian dari pernikahan, karena dinilai tidak sesuai dengan syari‟ah Islam. Selain itu, ketentuan usia pernikahan sebagaimana termaktub dalam Undang-undang Perkawinan No.1 Tahun 1974 mengidap persoalan yang tidak mudah diselesaikan. Indikasi problematis usia pernikahan yang paling menonjol muncul ketika dihadapkan pada pasal 7 ayat 2 tentang dispensasi kawin yang wewenang yuridis untuk keperluan itu diberikan kepada Pengadilan atau Pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak laki-laki maupun perempuan sehingga dinilai mengurangi sakralitas pernikahan. Berdasarkan perspektif maqashid al-syari’ah, pernikahan mubarakah dilihat dari hifd al-din, akan membawa para santri yang sudah siap dalam melaksanakan pernikahan agar terhindar dari perbuatan asusila, seperti zina. Jika dilihat dari hifd al-nasl, perwalian anak perempuan menjadi jelas, begitupun juga dalam hal waris. Jika dilihat dari hifd al- nafs, pasangan suami istri yang menikah pada usia dewasa memiliki kesiapan psikologis/kejiwaan dalam membina rumah tangga. Jika dilihat dari hifd al-mal, pasangan suami istri yang memiliki kesiapan psikologis akan dapat mengatur keuangan rumah tangga dengan lebih baik. Dan jika dilihat dari hifd al-aql, pasangan suami istri yang sudah dewasa, otomatis caraberfikirnya pun lebih dewasa, sehingga dalam menghadapi berbagai persoalan yang muncul dalam rumah tangga akan lebih bijak dan tidak mudah stress.

Published
2023-12-28
How to Cite
Abdurrahman, A., Andaryuni, L., Noorthibah, N., & Ashar, A. (2023). TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM TERHADAP PERNIKAHAN MUBARAKAH DI PONDOK PESANTREN HIDAYATULLAH BALIKPAPAN. Jurnal Cahaya Mandalika ISSN 2721-4796 (online), 3(2), 2094-2102. Retrieved from https://ojs.cahayamandalika.com/index.php/jcm/article/view/2534