TINDAK PIDANA MENGHALANG-HALANGI TUGAS PENGAWAS KETENAGAKERJAAN TERHADAP PENERAPAN SANKSI PIDANA DALAM PERSPEKTIF KEADILAN
Abstract
Kebijakan dasar dalam hukum ketenagakerjaan adalah melindungi pihak yang lemah, dalam hal ini pekerja/buruh, dari kesewenang-wenangan majikan/pengusaha yang dapat timbul dalam hubungan kerja dengan tujuan memberikan perlindungan hukum dan mewujudkan keadilan sosial. Keberadaan pengawasan ketenagakerjaan merupakan bentuk perlindungan pihak lemah, dalam melakukan dalam penegakan khusus pidana selama ini belum optimal dalam perspektik keadilan. Sanksi pidana ringan sehingga masih saja bentuk pelanggaran- pelanggaran dari perusahaan. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah bersifat Yuridis Normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual dan kasus. Teknik pengumpulan data sekunder dan teknik analisa data dengan deskriptif analitis. Hasil penelitian optimalisasi tindak pidana di bidang ketenagakerjaan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan dibedakan dalam bentuk kejahatan dan pelanggaran. Subjek yang diancam pidana terdiri atas pengawas ketenagakerjaan dan pengusaha. Hal ini tidak dimungkinkan sanksi tersebut dijatuhkan saksi yang bersifat komulatif dengan redaksi “pidana penjara dan/atau denda”, tetapi bersifat alternatif dengan redaksi “pidana penjara atau denda”, juga tidak menganut sanksi minimal dan sanksi maksimal khusus. Nominal hukuman kurungan selama -lamanya 3 bulan atau denda yang dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) hanya sebesar Rp. 500,- (lima ratus rupiah) yang tidak relevan untuk digunakan masa sekarang. Putusan tindak pidana ringan terhadap perusahaan dikhawatirkan tidak membuat efek jera bagi perusahaan, karena sistem pengenaan saksi pidana kurang memenuhi rasa keadilan yang bermartabat, karena memakai sistem alternatif (atau), yaitu saksi pidana ringan atau denda yang nominalnya sudah tidak relevan lagi untuk masa sekarang. Sehingga sanksi pidana ketenagakerjaan akan lebih bisa mewujudkan keadilan yang bermartabat apabila memakai sistem pidana penjara 1 tahun dan paling banyak 2 tahun dan nominal denda seperti nominal denda dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang besarnya paling sedikit Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah) dan paling banyak sebesar Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).