Mandalika Law Journal
https://ojs.cahayamandalika.com/index.php/mlj
<p>Mandalika Law Journal (MLJ) is an international journal founded by Yayasan Baru Haji Samsudin. It has 2 editions per year (May and November). MLJ is an open access, double peer-reviewed electronic journal that aims to offer an international scholarly platform for national and cross-border legal research in government regulations. Published material includes large academic papers that critically discuss various aspects and areas of law as well as short papers such as reviews of recently published books and notes on current legal issues. The aim of the Mandalika Law Journal is to present the highest quality research to the widest possible audience. This journal determines the specific topics that will be discussed in each issue which can be analyzed from various legal perspectives as mentioned. However, it does not limit itself to discussing Indonesian Law. MLJ accepts submissions from all over the world. All submitted articles must not be published elsewhere, be original and not be considered for another publication (To check for Plagiarism, the MLJ Editorial Board will screen for plagiarism using the Turnitin application program). If indications of plagiarism are found (above 25%), the editorial board will automatically immediately reject the manuscript.</p>Yayasan Baru Haji Samsudinen-USMandalika Law Journal2987-3401PENEGAKAN HUKUM PIDANA TERHADAP PEMBERIAN HUKUMAN KEBIRI BAGI PEDOFILIA DARI PERSPEKTIF HAM
https://ojs.cahayamandalika.com/index.php/mlj/article/view/3110
<p>Pemberlakuan Perppu ini ternyata tidak serta merta mendapat dukungan dari semua pihak, dengan adanya pemberlakuan sanksi kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak (pedofilia). Banyak menuai pro dan kontra di berbagai kalangan termasuk kalangan para ahli hukum, medis, dan pegiat hak asasi manusia. Undang-Undang No 39 Tahun 1999, Pasal 4 Menyebutkan Hak untuk hidup, hak untuk tidak di siksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun.<a href="#_ftn1" name="_ftnref1">[1]</a> Menurut <em>Universal Declaration on Human Rights</em> atau Pernyataan Umum Tentang Hak Asasi Manusia Tahun 1948 dalam Pasal 5 menyebutkan bahwa Tidak seorang pun disiksa atau diperlakukan secara kejam, memperoleh perlakuan atau dihukum secara tidak manusiawi atau direndahkan martabatnya Metode yang dipergunakan adalah penelitian hukum normatif. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Penegakan Hukum Pidana Terhadap Pemberian Hukuman Kebiri Bagi Pedofilia dari Perspektif HAM bahwa sanksi kebiri kimia baik yang ada di Indonesia dan negara lain yang diterapkan bagi pelaku kejahatan seksual anak dalam perspektif hak asasi manusia (HAM) dan para pegiatnya sangat bertentangan, karena menurut mereka di dalam sanksi kebiri kimia terdapat penghukuman yang berdampak negatif (tidak manusiawi dan merendahkan derajat manusia) yang bertentangan dengan aturan Undang-Undang Tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Hukuman tambahan yaitu kebiri kimia pada pelaku pedophilia. Hal ini dikarenakan ancaman pidana yang tertera dalam Pasal 81 dan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak yaitu penjara selama 15 (lima belas) tahun karena tidak memberikan efek jera bagi pelaku pedophilia, idealnya muncul Perppu Nomor 1 Tahun 2016 yang bertujuan untuk mengatasi fenomena kekerasan seksual terhadap anak, memberi efek jera terhadap pelaku, dan mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap anak.</p>Mohd. Yusuf Daeng MRahmat HidayatFernando ManurungCandra Herianto SinagaRony Maka Suci
Copyright (c) 2024 Mohd. Yusuf Daeng M, Rahmat Hidayat, Fernando Manurung, Candra Herianto Sinaga, Rony Maka Suci
https://creativecommons.org/licenses/by/4.0
2024-06-052024-06-052118